Kisah Syekh Ghazali Kembangkan Musik Aceh Berawal dari Ejekan di Tanah Rantau

BAGI penggemar lagu-lagu etnik Aceh pasti sudah tidak asing dengan lagu berjudul Kutidhing dan Rihon Meulambong yang dinyanyikan Liza Aulia. Begitu juga dengan lagu Hasan Husen yang dibawakan penyanyi bersuara khas Rafli.


Namun sedikit yang tahu siapa sosok bertangan dingin di balik meledaknya lagu-lagu itu di pasaran. Dialah Syekh Ghazali LKB, sang produser di perusahaan rekaman Kamoe Sajan Gata atau yang kita kenal dengan nama Kasga Record.

Om Syekh. Begitu ia biasa disapa. Lahir di Samalanga, 17 Agustus 1963 silam. Ia mulai berkecimpung di dunia musik Aceh sejak tahun 1998 dengan membentuk Kasga Record. Jauh sebelum itu ada cerita menarik yang menjadi titik balik perjalanannya dalam mengembangkan musik Aceh.

Syekh Gazali LKB
Seperti anak muda pada umumnya, ia juga pernah merasakan merantau. Di era tahun 80-an ia merantau ke Jakarta. Di ibu kota ia mempunyai teman dari berbagai suku seperti Sunda, Jawa dan Batak. Mereka sering berkumpul bersama dan menyanyi dengan membawakan lagu-lagu khas daerah mereka. Sampai tibalah giliran Syekh Ghazali untuk bernyanyi.

Pria yang hobi membaca ini pun kebingungan akan menyanyikan lagu apa. Ia pun akhirnya menyanyikan lagu Bungong Jeumpa, lagu wajib daerah Aceh yang sudah dikenal di seluruh Indonesia. Di luar dugaannya, tembang yang ia nyanyikan ternyata mendapat tanggapan dingin dari rekan-rekannya.

Bahkan ada salah satu teman yang menyindirnya dengan celetukan “masak cuma lagu Bungong Jeumpa saja dari dulu dibawakan Aceh, lagu lain mana?”

Celetukan itu membuat Om Syekh tersinggung namun tidak ia sampaikan secara lisan. “Suatu saat nanti saya akan membuat lagu Aceh dan memperkenalkan lagu Aceh pada mereka,” kata Syekh Ghazali bertekad dalam hatinya waktu itu.

Berawal dari kejadian itu semangat dan motivasi untuk memajukan Aceh di bidang musik begitu menggebu-gebu dalam dirinya. Tahun 1993 setelah ia kembali ke Aceh, suami Kasmawati S. Pd ini mulai merintis usaha untuk mengumpulkan modal. Ia pernah menyewakan buku-buku dan novel miliknya dengan sistem antar jemput dan dari pintu ke pintu. Ia juga menyulap ruang tamu rumahnya di Aceh Utara menjadi ruang baca. Saat itu ia juga menjadi distributor Teka Teki Silang.

Tahun 1998, setelah memiliki sedikit modal ia belajar menjadi produser dari Ibnu Arhas. Salah seorang musisi Aceh yang karya-karyanya cukup digemari oleh masyarakat. Pada 2001, ia dikenalkan dengan Rafli oleh seorang temannya. Tahun 2002 ia mengeluarkan karya perdananya yaitu Cut Intan, Ainal Mardhiah dan Hasan Husen. Tahun 2003 ia memproduksi album Cut Miranda dan Rapai Kolaborasi Etnik Trendi (Raket).

Selain pada Ibnu Arhas, pria yang mempunyai seorang anak tunggal bernama Sheefa yang kini berusia 13 tahun itu juga belajar pada Cut Rosmawar. Dengan banyaknya lagu-lagu Aceh yang diproduksinya, ia telah membuktikan kepada teman-temannya dulu bahwa lagu Aceh bukan hanya Bungong Jeumpa dan Bungong Seulanga.

Berkat kerja kerasnya dalam memajukan musik Aceh, pada 2014 lalu ia mendapatkan penghargaan Anugerah Banda Aceh Madani 2014 oleh Wali Kota Banda Aceh sebagai pelopor musik etnik Aceh.

Dulu setiap pertengahan Juni dan Juli setiap tahunnya ia datang ke pameran di Jakarta Fair untuk mengisi stan dari Aceh. Tapi sejak 2011 stan lagu Aceh sudah ditiadakan oleh Badan Investasi Aceh.

“Entah lagu Aceh tidak dibutuhkan lagi promosi di Jakarta atau lagu Aceh tidak layak untuk dipromosikan,” ujar Syekh Ghazali dengan nada bertanya saat bercerita kemarin, Minggu, 23 Februari 2015.

Ia juga mengatakan telah mengirimkan surat ke BIP dan pernah mendatangi langsung untuk menanyakan hal itu tapi tidak ada respons. [zr]

[Tulisan ini sudah dimuat di Atjehpost.co]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dekorasi Unik Pekan Kreatif Banda Aceh

Mengenal Dayah Gurah Peukan Bada

Masjid Jamik Unsyiah Kebanggaan Mahasiswa