Kesambar Petir dibawah Sinaran Matahari

Pagi ini diawali dengan peristiwa yang tidak diinginkan oleh kebanyakan orang. Iya, barang penting yang sangat dikhawatirkan setiap orang apabila ketinggalan atau pun kehilangan dimana-mana, yaitu benda yang disematkan sebagai dompet.

Senin, 20 April 2015. Seperti biasa, perjalanan dari Leupung ke arah kota Banda Aceh berjarak 18 kilomter dengan melewati ruas jalan yang terbelah pegunungan dan pantai. Saat di pertengahan jalan hampir tiba dipusat kota aku mengisi bensin karena my sekuter selama dua hari ini memang belum dberi 'minuman'.

"Padum dek?," kata pria separuh baya penjual bensin. "Satu liter saja," jawabku. Kebiasaannya memang aku jarang ngisi pada enceran. Biasanya aku langsung mengisi di POM Bensin. Hanya saja ketika aku melewati POM Bennsin terdekat tersisa PERTAMAX. Berhubung ekonomi lagi menipis, makanya terpaksa ngisi pada enceran.

Bensin sudah masuk dalam perutnya sekuter, tanganku mulai meraba-raba dalam tas. Benda yang aku cari tidak ada. "Kapaloe dompet tinggai," kataku dalam hati. Dengan irama memohon aku mencoba bilang ke penjualnya yang sedari tadi berdiri disampingku. "Bang, dompetku ketinggalan, bagaimana ini?," kataku sambil mengobrak abrik isi tas.

"Pulang ambil dulu dan tinggalkan barang-barang yang bisa ditinggalkan untuk pegangan saya." Kata-kata itu seperti kesambar petir bagiku, meskipun matahari sangat cerah diatas kepalaku. Pulang? dengan jarak sejauh itu? sedangkan pukul 09.00 WIB aku mesti stanby dikantor. Sementara sekarang pukul 08.40 WIB. Gila !

"Rumah saya jauh bang, saya tinggal di Leupung, tidak mungkin saya balik lagi" keluhku. "Iya tinggalkan barangnya atau identitas," kata penjual. Nah bagaimana aku tinggalkan identitas sementara semua surat-surat dan segala identitas berada dalam dompet. Namun apapun alasanku orang yang tipe seperti ini tetap tidak terima dan aku mencari solusi lain.

Ketika mataku cengar-cengir kearah kiri kanan jalan, tiba-tiba sorotan mataku pada sebuah warung Bakso langgananku. "Bang, ini pegangannya saya tinggalkan sepeda motor disini, saya akan kesana sebentar," sambil menunjukkan warung Bakso dipenghujung jalan. Hal ini demi rasa kepercayaannya padaku dan terpaksa, lagi-lagi sekuterku yang menjadi korban. Untung saja ia tidak bisa berbicara, seandainya ia bisa ngomong mungkin ia akan bilang "jangan tinggalkan aku"....

Ah sudahlah imajinasi komunikasi interpersonalku dengan sekuter. Aku berjalan setengah berlari menuju warung Bakso, waktupun semakin mepet. Tiba disana, "Assalamu'alaikum, Assalamu'alaikum." Tidak ada respon apa-apa dari dalam, empunya warung sedang sibuk dibelakang. Tanpa ada yang persilakan aku langsung masuk.

"Ibu, bu, saya....saya... saya orang Leupung yang sering langganan ngebakso sama ibu, ibu kenalkan?" ujarku meyakinkannya dan berharap dia ingat. "Iya. Memangnya kenapa?" 
"Anu, anu saya musibah, eh bukan musibah deh." Aku menceritakan padanya bahwa dompetku ketinggalan dan sekarang aku lagi ngisi bensin ditempat orang, tidak memiliki uang untuk membayarnya.

"Boleh tidak bu, saya ngutang sebentar? besok sembari saya kuliah saya ganti," harapku. Meskipun ia belum menjawab, dalam hatiku ia segera melontarkan kata boleh. "Berapa?" Ketika mendengar kata-kata itu itu bibirku sedikit melebar memberinya senyum. "50.000 saja bu, besok saya ganti ya, terimakasih bu," kataku sambil buru-buru keluar dari dapur seperti kolidor itu.

Aku kembali berjalan ke kios bensin dengan membawa sejumlah uang yang aku punya sekarang. Sampai disana "Ini bang," kataku. Ia langsung mengambilnya dan mengembalikan kembalian bernilai 41.500 rupiah. "Termakasih," ujarku. Aku langsung keluar menemui sekuter. Dalam hati berkata, uang senilai 8.500 rupiah mesti tinggalkan jaminan dan sempat menyuruhku pulang.

Pengalaman hari ini mengajarkanku bahwa sekarang ini orang tidak mudah lagi mempercayai orang lain, meskipun orang jujur sekalipun. Dikarenakan apa? itulah faktor penipuan semakin merajalela dimana saja. Wajar kalau ia minta saya meniggalkan jaminan, namun apakah tidak ada toleransi bagi kita yang jujur?

Tindak penipuan sekarang memang tidak dapat dinilai pada penampilan seseorang. Barangkali orang yang berpura-pura baik dan alim sekalipun menjadi pelaku penipuan. Namun beginilah yang harus dihadapi oleh orang-orang yang dalam hatinya memiliki sikap yang jujur.

Kemanapun aku pergi, dimanapun aku berada, inilah hal kedua yang diajarkan orangtuaku dulu semenjak aku kecil dan itulah attitude yang aku tanamkan dalam jiwa dan ragaku selama ini. Tetap jujur meskipun hasilnya terasa pahit. [zr]




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dekorasi Unik Pekan Kreatif Banda Aceh

Mengenal Dayah Gurah Peukan Bada

Masjid Jamik Unsyiah Kebanggaan Mahasiswa