Bertandang ke Jepang, Ini Cerita Mufti Mahasiswa Asal Aceh

Muhammad Mufti (Istimewa)
Bermula aktif menjadi Volunteer di Office of International Affair (OIA) Unsyiah sebagai tim publikasi dan dokumentasi sejak 2015. Mahasiswa ini banyak mengetahui informasi luar negeri melalui lembaga OIA itu.

Muhammad Mufti nama lengkapnya. Pada 25 September 2016 lalu ia pertama kalinya menginjakkan kaki di negeri Sakura dalam rangka pertukaran pelajar melalui program University of  Fukui Student Exchange Program (UFSEP).

Mufti, sapaan lekatnya, tercatat sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Unsyiah. Anak dari pasutri Jauhariah dan Almarhum Lukman ini bertandang ke Jepang berdua dengan temannya, Putra Bahagia yang juga mahasiswa dari Fakultas Pertanian Unsyiah, Aceh. 

“Kami sampai ke Jepang tanggal 25 September 2016 lalu. Mulai masuk ke kampus dari 26 September 2016, masuk masa orientasi,” katanya saat diwawancarai melalui akun Instagramnya, Sabtu, 8 Oktober 2016.  

Di sana, mereka kuliah di University of Fukui, Fukui Perfecture, Jepang. Bagi Mufti, di Jepang banyak hal berbeda dengan daerah asalnya Aceh, Indonesia. Menurutnya, di negeri sakura itu begitu  tertib dan rapi.

“Sangat berbeda dengan Indonesia khususnya Aceh. Banyak hal baru yang saya peroleh di sini. Seperti mobil yang berhenti di Traffic Light berhentinya agak berjauhan dibandingkan dengan Indonesia yang berdempet-dempet,” katanya.

Selain itu, pria kelahiran Lhokseumawe, 15 April 1994 ini sangat jarang melihat tempat sampah di samping jalan.

“Tong sampah jarang kita jumpai di samping jalan tetapi sampah juga tidak ada yang berserakan disana. Sampah disini juga dipisah antara sampah organik dan anorganik,” ujar desainer ini.  

Bertolak belakang dengan Indonesia, kata Mufti, mahasiswa di Jepang juga sangat jarang menggunakan kendaraan pribadi seperti kendaraan roda dua dan roda empat.

“Kebanyakan mahasiswa pakai sepeda dan jalan kaki. Jarang melihat mereka yang naik sepeda motor dan mobil. Terkadang di jalan saya sempat melihat ada mahasiwa yang mengutip sampah semacam gotong royong kalau di Aceh,” kata Mufti.

Mufti juga mengakui, kuliah di Jepang begitu nyaman dan memiliki fasilitas lengkap. Namun, terdapat sedikit keterbatasan bahasa yang dimilikinya. 

Saat ini, ia berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Inggris. Kata dia, ia juga sedang mempelajari Bahasa Jepang di kampusnya itu. Mufti bakal menghabiskan waktu selama setahun di sana. Diperkirakan ia kembali ke Aceh pada September 2017 mendatang.

Saat di Aceh, Mufti juga merupakan salah satu mahasiswa aktif di kampusnya. Ia menjadi Volunteer di UPT Perpustakaan Unsyiah.

“Saya membantu menerbitkan majalah pustaka sebagai reporter dan layouter. Pernah juga di Suara Komunikasi (Pers Kampus), terus Volunteer di OIA Unsyiah sebagai tim publikasi dan dokumentasi,” kata kreator video ini.[zr]

[Tulisan ini sudah dimuat di www.mediaaceh.co]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dekorasi Unik Pekan Kreatif Banda Aceh

Mengenal Dayah Gurah Peukan Bada

Masjid Jamik Unsyiah Kebanggaan Mahasiswa