Mengenang Mereka Dalam Karya
Baiti Jannati |
TAK banyak yang sudah ku perbuat untuk
mereka. Mereka adalah dua insan yang memadu kasih dan telah berjuang melawan
derasnya arus hidup dengan melahirkan sembilan buah hati.
Mak dan Ayah, dua orang yang hanya mampu aku
bingkaikan dalam karya. Niat hati sudah lama menulis tentang mereka agar tidak
lenyap karena usia dan lekang dalam ingatan. Meskipun berniat telah lama baru
kali ini tergerak untuk ku lukiskan sejarah hidup mereka dalam untaian kata.
Kedua orangtuaku asal Aceh Besar,
ayahku menikahkan salah satu gadis desa di kecamatan tetangga.
Seorang pemuda asal Lhoknga yang memberanikan diri melamar gadis di kecamatan
tentangga, Leupung Aceh Besar.
Menurut cerita dari ayah dan Mak semasa mereka masih hidup, usai menikah ayahku menetap di kecamatan kekasihnya
yang hanya berjarak 20 menit dari desa asalnya.
Di rumah berdindingkan kayu itu ayahku
memulai hidup baru bersama Mak. Meskipun aku tidak bisa membayangkan rumah
pertama ku ini. Hanya mampu menerawang ketika kakak dan abang ku berkisah saat
itu.
Ayahku lebih tua sepuluh tahun
dibandingkan Mak. Pria kelahiran 1942 ini merajut asa mengais rezeki untuk
kehidupan rumah tangga mereka. Mereka berikrar atas jalinan ikatan suci sekitar
tahun 1970.
Satu tahun kemudian, 1971, orangtuaku
melahirkan anak pertamanya laki-laki. Senang bukan main anak pertama yang
dinantikan sejak satu tahun usia pernikahan, kini hadir di depan mata. Terlebih
anak laki-laki yang dianggap bisa membantu pekerjaan ayah. Bayi kecil laki-laki
itu diberi nama Syafi’ie. Salah satu nama Imam dalam Islam yang begitu
terkemuka yang mazhabnya diikuti hingga kini.
Menurut kisah yang aku ketahui sebelum
keduanya pergi, mereka dianugerahi sang buah hati saat itu selang dua tahun
sekali. Tepat pada 1973 keluarga kecil itu hadir bayi mungil perempuan. Begitu
haru biru perasaan mereka, sepasang titipan terindah dari Allah. Bayi perempuan
itu dilakabkan namanya Rawiah. Nama yang diumpamakan sebagai perempuan perawi hadis.
Dua tahun berikutnya, 1975 Rawiah
mendapatkan kado terindah dari Allah, ia mempunyai adik kecil perempuan teman bermain,
Khairiah namanya.
Pasangan itu, ayah dan Mak ku, tahun
1977 hadir putra keduanya bernama Mufaddhal disusuri adik perempuannya Nur
Ainiah pada tahun 1979. Tak bisa ku bayangkan bagaimana mereka kecil, hanya
bisa ku imajinasikan melalui ingatanku berdasarkan cerita mereka.
Pada tahun 1981 hadir sosok bayi
laki-laki yang diberi nama Zulkiram berarti petunjuk. Saat itu ayah dan Mak memiliki tiga pasang anak yang terdiri dari tiga laki-laki dan tiga perempuan.
Namun, kali ini berselang lebih dari
dua tahun. Zulkiram punya adik laki-laki kawan bertengkarnya bernama Ahyar pada
1985. Saat itu usia ayah dan Mak tak lagi muda, kini mereka bukan lagi
pengantin baru.
Tahun 1990 keluarga ini hadir bayi
manis berparas madu bernama Nurul Fadhrati. Cahaya fitrah, bayi yang lahir saat
takbiran Idul Fitri dikumandangkan. Sungguh bahagia keluarga itu meskipun aku
masih belum tahu di negeri entah berantah aku berada.
Aku tak yakin aku akan ada di antara
orang-orang dan pejuang-pejuang hebat itu. 1993 adalah tahun terakhirnya Mak mengakhirkan persalinannnya. Aku lahir. Iya, aku, aku yang sedang mengetik tulisan
ini lahir saat itu.
Aku diberi nama menurutku agak aneh sendiri dan aku
terlahir sebagai anak bungsu, bayi perempuan kelima ini diberi nama Zahratil
Ainiah. Nama yang diartikan sebagai bunga mata itu masih sulit untuk ku pahami.
Masak dimata ada bunga? Entah, mungkin saja.
Lengkap sudah, sosok ayah lelaki
tangguh bernama Muhammad Yahya bin Said bersama istri tercintanya, Sawidah
binti Abu Bakar yang hidup di sebuah desa pesisir pantai pulau ujung Sumatera,
Aceh Besar, Aceh, Indonesia.
Jadi teringat, saat itu tidak ada
program KB dua anak lebih bailk, hanya saja menganut konsep banyak anak, banyak
rezeki. KB yang kuartikan sekarang adalah Keluarga Besar (KB). Aku, salah satu
yang berada dalam KB itu. Aku, anak ke sembilan dari sembilan bersaudara itu,
memiliki empat kakak perempuan dan empat kakak laki-laki. Sungguh menyenangkan
bukan? Jawabannya belum tentu.
Nantikan kisah perjalanan hidup keluarga
utuh dengan sejuta sejarah dan kenangan terindah ini di edisi selanjutnya. [zr]
Komentar
Posting Komentar