Ragam Makanan dan Tradisi di Thailand Ini Punya Kesamaan dengan Aceh
PENGAJAR Bahasa Melayu asal Aceh di Thailand, Maulidia Adindia,
mengatakan dari segi budaya banyak persamaan antara Aceh dengan
Thailand, khususnya di Thaland Selatan di wilayah Pattani.
“Misalanya kalau dalam bulan maulid seperti ini, di sini maulid dalam
satu kampung tidak dilakukan secara serentak. Tetapi masing-masing bisa
mengadakan maulid pada hari yang d inginkan. Bisa maulid pagi, siang,
petang, bahkan selepas isya,” kata Maulidia Adinda, melalui layanan BBM, Selasa, 12 Januari 2015.
Ilutrasi Nasi Kerabu |
Kemudian, kata perempuan yang akrab disapa Lidya ini, setiap yang
mengadakan maulid pasti mengundang anak-anak dari pondok pesantren untuk
melakukan Barzanji. Dan tidak lupa tuan rumah membagikan untuk anak-
anak tersebut sejumlah uang mulai dari 5 bath sampai 20 bath. Jika
dirupiahkan, 1 Bath senilai 350 Rupiah.
“Hidangan maulid juga beragam, ada yang menjamu nasi dan lauk saja, kemudian ada yang menjamu dengan pulot (nasi ketan campur buah labu yang dimasak dengan gula aren) dan ada juga yang menyajikan laksa
(mie hun yang dimakan dengan kuah bersantan yang di dalamnya dimasukkan
bakso),” kata dara kelahiran Sigli, 19 Agustus 1993 ini.
Sementara yang menjadi makanan khas Pattani adalah nasi krabu, yaitu
nasi yang berwarna biru atau ungu yang dimakan dengan ikan yang sudah
di tumbuk. Kemudian juga dicampuri dengan pucuk-pucuk daun yang diiris
kecil-kecil.
“Nasi krabu ini adalah makanan khas masyarakat Pattani. Tak hanya
itu, uniknya lagi, di sini nasi pulot (ketan) dimakan dengan ikan asin
atau ayam. Selain itu, saya juga menemukan kue yang sama dengan di Aceh,
yaitu keukarah, d isini juga memiliki nama yang sama,” kata Lidya.
Lidya mengakui, di Thailand sangat banyak tempat sejarah dan juga
wisata pantai. Sementara masyarakatnya, mayoritas Muslim. “Jadi kita
tidak kesulitan mencari makanan halal, kecuali di tempat-tempat yang
diduduki oleh masyarakat Thai (Kerajaan Siam) yang agak sulit mencari
yang halal."
“Kalau waktu, sama dengan Aceh, tidak ada bedanya dan jadwal salat
lebih cepat 30 menit. Sementara cuaca, Thailand juga tidak jauh berbeda
dengan Aceh. Terdiri dari musim hujan dan kemarau. Tidak ada ada salju
di sini,” katanya.
Namun, hal yang menarik perhatian Lidya di sana adalah saat melihat
Pattani seperti melihat Aceh-nya Thailand. Dikarenakan setelah 10 tahun
perdamaian, Lidya mengakui tidak pernah melihat prajurit yang berbaju
loreng gelap dengan senapan laras panjang. Di sana, ia menyaksikannya.
“Di setiap tempat ada camp mereka yang tidak jauh jaraknya antara satu dengan yang lain. Camp mereka tertutup dengan jaring-jaring warna hitam, karung-karung yang saya tidak tahu apa isinya. Di depan camp pasti jalannya diblok untuk memudahkan melakukan razia di setiap waktu,” kata Lidya. [zr]
[Tulisan ini sudah dimuat di www.portalsatu.com]
Komentar
Posting Komentar