My Secuter, You Are My Hero

Sekuter namanya, sepeda motor era 80 an yang mengukir sejuta sejarah selama perjalanan hidupku. Ia merupakan kendaraan sekaligus teman yang menemaniku dalam keseharian diperjalanan. Tak jarang sekuter berwarna hitam yang mulai memudar ini keluar masuk rumah sakit.  Selain umurnya yang sudah tua juga dikarenakan perjalanan yang ia tempuh setiap hari berjarak 18 kilometer. Terkadang kasihan melihatnya ketika ku “paksa” sampai tempat tujuan dengan tepat waktu, meskipun setiba disana sekuter mengalami batuk-batuk ringan.

Keluar masuk rumah sakit baginya sudah biasa, dengan bodynya yang satu banding seribu itu menjadi perbincangan orang-orang dikalangan teman-temannya. Belum lagi insiden yang ia alami dengan petugas kepolisisan lalu lintas. Entah keberapa kalinya ia berurusan dengan polisi. Tetapi dengan kondisi tubuhnya dapat menceritakan sendiri bagaimana keadaannya membuat petugas memahami.
 Tidak jarang pula dengan tubuhnya yang kecil,  ia disenggol oleh mobil meskipun rata-rata mobil yang menyerempetnya tidak menggubris sama sekali apa yang terjadi terhadap sekuter.
***
Aku modis ia “selayak” teman-temanya di era sekarang ini dengan kulengkapi dua bagasi depan serta besi diparameter depannya.  Supaya ketika berdiri dideretan parkir tidak merasa minder dengan teman-teman lainnya. Terkadang di area parkiran aku sering melihatnya didampingi oleh Vixion sebelah kanan dan Ninja RR disebelah kiri. Namun dengan bodynya seperti itu terlihat ia tidak kalah dengan yang lain, ada nilai tersendiri dari diri sekuter.

Serta didepannya aku buat sebuah tempat duduk ala anak-anak supaya keponaan ku suka menaiki peninggalan kakeknya ini. Meskipun terkadang ketika berjalan ia mengeluarkan suara tersendiri yang menjadi khasnya ketika dikendarai.

Ada satu hal yang membuat aku salut padanya, terkait minuman yang ia minum setiap hari, sangat hemat. Ku akui terkadang ku isi penuh bisa dua kali bolak balik yang berjarak 18 kilometer itu. Apalagi sekarang biaya pengeluaran untuk minumannya akhir-akhir ini mengalami kenaikan harga.

Mengutip kata-kata Bripda Dewi “Terkadang disaat itu saya merasa sedih” ketika melihat ia kecapean. Seandainya ia bisa berbicara, mungkin ia akan mengatakan “nyerah”. Namun ia masih berbaik budi agar tidak menghambat langkahku  merajut kisah untuk kedepan.

“Tenang saja, kamu tidak pernah ku gadai, bahkan ku jual karena kamu akan ku meseumkan menjadi momentum sejarah yang akan menjadi bahan ceritaku kelak”.

Serta satu prinsip yang membuat aku merasa percaya diri ketika bersamanya. “Hidup didunia ini tidak perlu bermewah-mewahan dengan harta benda, karena yang engkau bawa pulang hanya selembar kain kafan, serta dunia hanya tempat berteduh dalam sementara waktu. Biarpun kendaraanku didunia lambat sampai tujuan, asal kendaraan ku kelak ketika melewati jembatan Shirathal Mustaqim cepat umpama kilat”.

Serta satu hal lagi yang membuat aku tetap ‘sepede’ itu adalah ‘biarlah orang menganggapmu remeh atau hina, asalkan kamu disisi-Nya mulia’. Dua kalimat itu cukup bagiku untuk mewakili perasaan dalam meredam nafsu cinta akan harta benda.

Aku berharap sekuter tetap bertahan hingga titik tujuan itu. “Tidak lama lagi kok, jangan buat tingkah yang ngak-ngak apalagi ngambek gak jelas ya. Aku mohon kamu tetap bertahan mendampingiku hingga ujung kesuksesan itu aku peroleh”. 

Serta suatu saat nanti apabila aku mendapat penggantimu, aku tidak akan mampu menggadaikanmu pada orang lain apalagi mejualmu. Karena kamu adalah satu-satunya saksi bisu yang menjadi perjalanan hidupku. Selain itu kamu adalah harta pusaka yang aku peroleh dari seorang laki-laki yang bijak, penyayang, peduli bak komandan dengan prajuritnya dan super duper yaitu Ayah, pahlawan tanpa tanda jasa. [zr]


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dekorasi Unik Pekan Kreatif Banda Aceh

Mengenal Dayah Gurah Peukan Bada

Masjid Jamik Unsyiah Kebanggaan Mahasiswa