Ibu, Aku Rindu
Ilutrasi |
Ibu, sebelas tahun itu memang terasa sebentar, makna sebentar itu bagaikan seribu abad lamanya saat tak berada disampingmu. Dalam sebelas tahun itu aku bagaikan berjalan dalam api tanpa bara, hati teriris menyayat luka, berdarah namun tak tertusuk, perih tapi tak berbekas dan tak jarang jika saat rindu itu memukul jiwa dan sanubariku bagaikan suara petir nan kilat yang kian gaduh mengobrak abrik hati hingga air mata pun tak mampu terbendung lagi. ia bertumpah ruah sesukanya. Ibu sungguh aku merindukan mu, rindu yang terdalam.
Terkadang dalam peliknya hidup ini, aku menyadari dan merasakan apa yang telah engkau rasakan sebelumnya. Tentu, hal ini semua telah engkau lalui semuanya disaat aku masih dengan wajah polosku. Aku baru mengerti bagaimana peliknya hidup disaat aku menjalaninya, ini pelajaran berarti bagiku dan ini adalah alasan mengapa engkau duhai ibu tak lihai dan lengah dalam mendidikku.
Sadar atau tidak, diakui atau enggak, realita atau fakta, melalui bencana yang maha dahsyat itu engkau mengajarkanku arti keikhlasan dan aku juga tersadarkan pula melewati peristiwa yang sepahit empedu itu Allah mengajarkanku arti ketulusan dan bersyukur.
Foto ilutrasi |
Meskipun melalui mimpiku engkau selalu hadir, di alam bawah sadarku kau selalu ada, dan engkau wahai bidadari syurga bagaikan sedang mengajariku saat kita masih bersama dalam dunia yang sama. Ibu, hingga saat ini aku masih dalam pukulan rindu itu dan aku terjerat dalam mimpi yang terpenggal. Salam dan iringan doaku selalu menyertaimu duhai orang yang rakhim, sampai jumpa di jannatun na'im. [zr]
Komentar
Posting Komentar