Kenalkan, Bripda Khusaini si Polisi Tampan Personel Polda Aceh
Postur badannya tinggi, kulitnya sawo matang. Wajahnya mirip pria Timur Tengah. Anak muda tampan ini salah satu personel berpangkat Bripda di Polisi Daerah (Polda) Aceh. Namanya Khusaini.
Khusaini |
Sebelumnya, alumni SMAN 1 Krueng Barona Jaya, Ulee Kareng, Banda Aceh
ini melanjutkan pendidikannya di Politeknik Kesehatan (Poltekes) Aceh
jurusan Akademi Keperawatan (Akper). Namun pendidikan itu kandas di
tengah jalan saat ia mengikuti tes kepolisian pada 2013 lalu.
“Dulu, saya kuliah di Akper. Tetapi kemudian tidak kuliah lagi karena mengikuti salah satu tes, dan alhamdulillah lewat,” kata Khusaini akrab disapa Seny ini saat bincang melalui pesan BBM Sabtu, 9 Januari 2016.
Selain bertugas sebagai polisi, pria kelahiran Aceh Besar, 15
Desember 1992 ini juga membuka usaha bidang bordir, sablon dan stempel.
Tempat usaha itu bernama "Beta Patriot" yang menjual segala jenis
atribut, pangkat dan simbol, baik untuk TNI, Polri, Satpam, PNS,
Pramuka, dan mahasiswa. Toko tersebut beralamat di Jalan T. Nyak Arief
Lingke, Banda Aceh tepatnya di depan Masjid Polda Aceh.
Bisnis yang ia geluti itu masih seumur jagung. Ia baru membuka usaha
dan berani mengucurkan modal sekitar Rp100 juta. Baginya, bisnis itu
begitu menjanjikan karena selalu dibutuhkan orang banyak.
“Kalau perubahan yang signifikan belum ada karena usaha ini baru jalan tiga minggu. Tetapi setiap hari ada laku, insyaallah, dan baru memperoleh omset yang standar,” kata pencinta olahraga futsal ini.
Pemilik tinggi badan 170 tersebut mengatakan, ia membuka usaha itu
karena sesuai dengan profesi saat ini (polisi) dan memilih tempat yang
strategis tepat di depan Polda Aceh.
Putra dari pasangan (almarhum) Teungku M. Jamil dan (almarhumah)
Rohani ini telah menjadi yatim piatu sejak 2004 silam. Sebagian besar
anggota keluarganya menjadi korban keganasan tsunami Aceh.
“Kedua orangtua, salah satu abang dan satu-satunya adik saya yang
perempuan adalah korban tsunami,” kata anak ketiga dari empat bersaudara
ini.
Kini, Seny tinggal berdua dengan abang kandungnya, Ahmad Dhiyauddin
yang menetap sekaligus staf pengajar di salah satu pesantren
tradisional, Dayah Lam Ateuk, Aceh Besar. Selain mengajar, abangnya
tersebut juga menjalankan bisnis online shop/menjual pakaian di Banda Aceh dan sekitarnya.
“Saya awalnya juga pernah bekerja pada salah satu toko pakaian di Ulee Kareng Banda Aceh, tetapi sekarang sudah nggak lagi,” kata Seny yang juga tercatat sebagai mahasiswa semester pertama jurusan hukum di Universitas Abulyatama (Unaya) ini.
Selain tinggal bersama abang kandungnya, pria asal Leupung, Aceh
Besar ini juga sudah dianggap bagaikan adik sendiri oleh M. Nasir. M.
Nasir salah satu santri Dayah Babul Muarif yang dipimpin Abi (Ayah)-nya
Ucen, almarhum Teungku M. Jamil sebelum tsunami.
“Biaya pendidikan dan segala macam saat itu ditanggung oleh Bang Nasir mulai dari saya SD saat itu hingga kuliah,” katanya.
Bagi Seny, ia tidak ingin terpuruk dalam kesedihan dan meratapi
keadaan. Ia berusaha bangkit dari duka masa lalu dan terus menjadi orang
sukses yang bakal dikenal banyak orang.
“Justru saya terinspirasi dari abang saya, akhi Dhiyauddin dan Bang
Nasir. Kalau Bang Nasir, ia memiliki semangat yang tinggi dan berani
mengambil risiko. Jika ingin buka usaha tidak takut kalau rugi,” ujar
Seny.
Sebelas tahun sudah berlalu, Seny belajar mandiri bersama abangnya
tanpa didampingi kedua orangtua. Ia ditinggalkan orangtuanya saat masih
duduk di bangku kelas enam sekolah dasar. Kini, Seny sudah mampu membuka
usahanya sendiri untuk menunjang ekonominya.
Ia menilai, kalau di Aceh begitu banyak peluang usaha untuk anak muda, asal ada kemauan dan tidak malas.
“Cukup banyak peluang usaha di Aceh, tetapi kalau kita malas, peluang
tersebut tidak akan tampak. Saya berharap ke depan semakin sukses dan
selalu menjadi pribadi yang lebih baik, terutama tidak sombong dan bisa
menginspirasi orang lain,” ujar Seny. [zr]
[Tulisan ini sudah dimuat di www.portalsatu.com]
Komentar
Posting Komentar