Brayeung, Kesejukan Tersembunyi di Pesisir Leupung
Pagi
itu saya diajak oleh teman-teman saya untuk mengunjungi tempat wisata di daerah Leupung yang kebetulan
daerah saya sendiri, yakni Brayeung. Sebetulnya agak malas untuk pergi karena
daerah sendiri lagian udah sering untuk dikunjungi ditambah lagi faktor cuaca selama
ini yang kadang-kdang panas dan kadang hujan alias tak menentu.
Maklum, Leupung
adalah salah satu wilayah pesisir yang berada di Kabupaten Aceh Besar. Namun ini
merupakan salah satu kewajiban saya untuk turut serta dengan mereka. Selain
reportase penutupan suatu mata kuliah dasar-dasar jurnalistik mereka juga
bilang, ada sebagian teman-teman kita yang belum mengetahuinya dan masih
penasaran dengan tempat wisata ini, akhirnya saya ikut dengan mereka.
Disaat
perjalanan menuju ke sana saya boncengan bersama teman dekat saya bernama
Orien. Di jemput dia dirumah lalu saya yang nyetir motornya karena dia udah
kelelahan. Tidak biasa perjalanan jauh ‘katanya. Disaat menuju arena wisata
itu saya dan Orien melewati jalan yang
didampingi oleh dua gunung tepatnya depan Mie
Leupung, kesejukan alamnya yang alami sudah mulai terasa “ujar gadis hitam
manis di belakang saya ini.
Brayeung
adalah salah satu sungai irigasi masyarakat Leupung yang digunakan untuk
mengairi sawah ataupun menjadi sumber mata air bagi penduduk untuk keperluan
sehari-hari. Karena keindahan alam di sekitarnya maka penduduk setempat
menjadikan Brayeung sebagai tempat wisata. Brayeung terletak di Desa Panton, Kecamatan Leupung
Kabupaten Aceh Besar. Tepatnya berada di Jalan Banda Aceh – Meulaboh KM 23
depan Polsek Kecamatan Leupung. Di sebelah kiri jalan (dari arah Banda Aceh)
ada baliho yang cukup besar bertuliskan “Tempat Wisata Brayeung, Kecamatan
Leupung”. Untuk menuju lokasi wisata saya dan teman-teman saya harus masuk lagi
ke jalan yang lebih sempit dari jalan utama sekitar 2 km. Di sepanjang jalan sempit ini, saya bisa melihat area
persawahan, dan bukit nan hijau.
Benar-benar sejuk.
Di
saat kami melewati jalan sempit ini ada satu pos dimana tempat pembayaran tiket
masuk. Berhubung saya sendiri orang asli daerah ini jadi kami dikasih
keringanan bayar tiket yang biasanya per motor Rp 5.000 menjadi Rp 10.000
dengan semua motor milik teman-teman saya yang hampir 20 sepeda motor. Lumayan
untuk hemat uang saku para anak kos. Sehingga setelah teman-teman saya melihat
proses tawar menawar antara saya dengan orang penjual tiket saya di juluki
sebagai duta wisata Leupung,”Ujar
salah satu teman saya sambil bercanda.
Sampai
di tujuan, saya dan teman-teman saya memarkir sepeda motor di tempat parkir. Di
tempat wisata ini banyak kedai-kedai yang menjajakan aneka jajanan, mulai dari
minuman, buah-buahan seperti rambutan, bakso goreng, indomie, sampai ke gorengan. Tempatnya benar-benar sangat
sejuk. Sepanjang mata memandang, warna hijau mendominasi. Ya, di sekeliling
sungai Brayeung terlihat bukit-bukit
yang belum terjamah oleh orang. Suara gemericik air irigasi, kicauan
burung dan nyanyian para monyet bersahutan menjadi alunan musik untuk menikmati
alam Brayeung. Menakjubkan. Tidak heran jika tempat ini menjadi tujuan para
wisatawan dari kota untuk berlibur di akhir pekan.
Di
area irigasi ini tidak sedikit para wisatawan yang mandi atau sekedar main
basah-basahan. Bisa dipastikan setiap pengunjung akan tergiur untuk
“menceburkan diri” di air, karena air yang mengalir dari hulu terlihat sangat
segar. Selain itu di sana juga ada tempat yang menyewakan perahu karet serta
“bebek-bebekan”. Untuk menyewa perahu karet selama satu jam, Anda harus
mengeluarkan uang sebesar Rp 15.000,00. Sedangkan untuk “bebek-bebekan” tarifnya
Rp 25.000,00. Saya juga ikut naik “bebek-bebekan” bersama teman-teman saya yang
sebagian menaiki perahu karet. Sangat menyenangkan ketika berada di tengah
irigasi tersebut. Beban yang ada serasa hilang untuk sesaat. Benar-benar minggu
refreshing.
Semakin
hari tempat ini semakin berkembang dimana yang dulunya tidak terdapat mushalla,
sekarang sudah dibangunkan sebuah mushalla di atas puncak bersebelahan dengan
tempat parkir motor yang di selimuti cat putih serta di lengkapi
besi pengaman berwarna hijau. Selain itu dekat mushalla juga sudah tersedia
tempat wudhuk dan toilet yang dapat membuat para pengunjung nyaman dan tidak
risih. Hari-hari akhir pekan tempat wisata ini sangat dikerumuti pengunjung. Apalagi
jam 2-an kebawah pengunjung berdatangan
silih berganti baik itu berupa rombongan keluarga, kalangan mayarakat, para
siswa maupun mahasiswa.
Meskipun
fasilitas seperti tempat ibadah, tempat parkir, dan toilet sudah terpenuhi,
masih ada yang saya sayangkan dari tempat wisata ini adalah areanya yang kotor
dan tidak terawat serta fasilitas tempat ganti yang belum memadai. Seharusnya
pengelola tempat wisata ini lebih peduli lagi dengan kebersihan di sekitar
tempat irigasi. Sehingga sampah dari bungkus jajan serta daun-daun yang
berjatuhan tidak merusak pemandangan yang indah ini. Berhubung banyaknya
pengunjung yang datang untuk mandi, maka tempat ganti baju juga perlu
diperhatikan. Rasanya belum lengkap jika tempat wisata yang sangat menakjubkan
ini tidak memiliki ruang ganti yang layak.
Tanpa
terasa jarum jam sudah menunjukkan angka 03.00 WIB. Mulai dari pagi kami
habiskan waktu untuk bertamasya di
tempat wisata ini bersama teman-teman seperjuangan prodi Ilmu Komunikasi letting 2012 khususnya kelas
04. Waktu pulang pun tiba. Berhubung perjalanan pulang yang di tempuh oleh
teman-teman saya masih lumayan jauh jadi kami pulangnya agak cepat agar mereka
tiba di rumah dan kos masing-masing tanpa keburu malam. [zr]
Komentar
Posting Komentar